Info Sekolah
Rabu, 06 Nov 2024
  • Visi SMA Negeri 1 Sangatta Selatan: "Mewujudkan Insan Yang Cerdas Religius dan Berbudaya”, Motto: "Ceria, Tangguh dan Juara".
  • Visi SMA Negeri 1 Sangatta Selatan: "Mewujudkan Insan Yang Cerdas Religius dan Berbudaya”, Motto: "Ceria, Tangguh dan Juara".

Carilah Ridho Gurumu, Agar Kelak Ilmumu Menjadi Berkah

Terbit : Senin, 20 Maret 2017 - Kategori : Majelis Taklim / Renungan

SMANSELKUTIM.SCH.ID, Sangatta Kisah Seorang Murid: Akibat Tidak Mendapat Ridho Gurunya. Habib Abdullah Asy-Syathiri, Hadramaut, Yaman, pernah mempunyai seorang murid yang cerdas, pandai berceramah dengan sajian yang indah. Setiap kali si murid ini akan menyampaikan ceramah di suatu tempat, ia pasti menghadap terlebih dahulu kepada Habib Abdullah untuk meminta izin dan restu.

“Iya, saya kasih izin, semoga engkau dilimpahi keberkahan,” kata Habib Abdullah saat memberi izin muridnya sebelum pergi berceramah.

Berbagai majelis undangan berceramah telah didatangi oleh si murid ini. Namun tiba satu waktu si murid ini merasa dilematis. pada suatu saat, ia mendapat undangan mengisi ceramah pada suatu tempat, namun berbenturan dengan jadwal mengaji yang diasuh Sang Gurunya, Habib Abdullah.

Timbul dalam hati si murid ini untuk membolos. “Ah, sesekaIi tak masalah lah kalau aku tidak ikut mengaji kepada gurukupikirnya.

Namun tidak seperti biasa, dalam pengajian Ribath Tarim yang diasuh gurunya ini, tiba-tiba Sang Guru, Habib Abdullah Asy-Syathiri mengabsen satu persatu nama murid hingga sampai pada panggilan nama seorang murid yang membolos tadi.

“Fulan bin Fulan,” Panggil Habib Salim.

Maaf, dia tidak hadir Tuan Guru,” kata salah satu murid yang duduk di majelis.

Lho, memangnya ke mana dia?” tanya sang guru.

“Dia mengisi ceramah di suatu tempat, Tuan Guru.

“Kenapa dia tidak izin terlebih dahulu kepadaku? Aku tidak ridho dunia akhirat,” tegas Habib Abdullah.

Di tempat mengisi ceramahnya, tiba-tiba si murid yang membolos tadi yang sedang memulai ceramah itu mendadak ia tidak banyak bisa berkata-kata dalam ceramahnya. Ia hanya bisa menyampaikan kalimat “amma ba’du, amma ba’du, amma ba’du”, begitu terus berulang-ulang. Ia tidak bisa menyampaikan ceramah satu patah kata pun sebagaimana biasanya.

Setelah kejadian itu, si murid di kemudian hari hidupnya selalu terlunta-lunta, miskin dan tidak bisa cemerlang sebagaimana sebelumnya di mana ceramah agamanya memukau dan ditunggu banyak orang. Ini hilang semua karena dia tidak mendapat ridho dari gurunya, Habib Abdullah.

Begitulah, Jika seorang murid berakhlak buruk kepada gurunya maka akan menimbulkan dampak yang buruk pula, hilangnya berkah dari ilmu yang didapat, tidak dapat mengamalkan ilmunya, atau tidak dapat menyebarkan ilmunya. Itu semua contoh dari dampak buruk akibat meremehkan gurunya, orang yang mendidik dan mengajarnya.

Guru merupakan aspek besar dalam penyebaran ilmu, apalagi jika yang disebarkan adalah ilmu agama yang mulia ini. Para pewaris nabi begitu julukan mereka para pemegang kemuliaan ilmu agama. Tinggi kedudukan mereka di hadapan Sang Pencipta.
Ketahuilah, guru itu mulai dari yang mengajarkan iqra sampai para ulama besar, mereka semua itu harus dihormati dan bersikap rendah hati kepada mereka, sebagaimana diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam. Beliau bersabda:

Tidak termasuk golongan kami orang yang tidak menghormati yang lebih tua dan menyayangi yang lebih muda serta yang tidak mengerti hak ulama (HR. Ahmad dan dishahihkan Al Albani dalam Shahih Al Jami).

Setiap guru haruslah dihormati dan dimuliakan. Salah satunya dengan cara bersikap rendah hati (tawadhu) kepada mereka, karena dengan demikian maka setiap guru akan akan memberikan rasa sayang dan ridha atas ilmu yang diajarkan kepada murid-muridnya.

Keutamaan Ridho Guru

Sikap tunduk seorang murid kepada guru merupakan kemuliaan dan kehormatan baginya. llmu amat tinggi kedudukannya di dalam Islam. Demikian pula mereka yang mengajarkan dan menyebarkannya. Tak sedikit orang pandai, namun banyak yang lupa kepada guru yang sudah mengajarkannya, seolah-olah kepandaian dan kekayaan ilmunya terjadi dengan sendirinya tanpa sentuhan dan doa para guru.

Islam sangat menganjurkan agar umatnya menghormati para ulama dan guru-guru mereka. Syaikh az-Zarnuji dalam kitab Ta’lim Muta’allim menjelaskan bagaimana cara menghormati guru, di antaranya tidak boleh berjalan di depan gurunya, tidak duduk di tempat yang diduduki gurunya, apalagi menduduki meja tempat di mana para guru menaruh buku-bukunya. Di samping itu, bila di hadapan gurunya seharusnya seorang murid tidak memulai pembicaraan kecuali atas izin gurunya. Begitulah seharusnya akhlak seorang murid kepada gurunya.

Banyak cara yang dapat dilakukan untuk menunjukkan kecintaan atau penghormatan kepada guru. Yang kerap dilakukan saat ini adalah mencium tangan guru. Ada juga murid yang mengekspresikan kecintaan kepada guru dengan diam. Namun, di dalam hatinya penuh kecintaan dan penghormatan kepada guru.

Sikap yang tidak kalah penting adalah rendah diri. Seorang murid harus berendah diri atau tawadhu kepada gurunya, karena ilmu tidak akan dapat diperoleh secara sempurna kecuali dengan diiringi sifat tawadhu murid terhadap gurunya.

Keridhaan guru terhadap murid akan membantu proses penyerapan ilmu. Tawadhu murid terhadap guru merupakan cermin ketinggian sifat mulia si murid. Sikap tunduk murid kepada guru merupakan kemuliaan dan kehormatan baginya.

Diriwayatkan oleh Imam At Thabrani, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam (SAW) bersabda: Pelajarilah ilmu, pelajarilah ilmu dengan ketenangan dan sikap hormat serta tawadhulah kepada orang yang mengajarimu.

Ilmu tidak akan bisa diperoleh secara sempurna kecuali dengan diiringi sifat tawadhu si murid terhadap gurunya, karena keridhaan guru terhadap murid akan membantu proses penyerapan ilmu. Sehingga Imam Al Munawi dalam Faidh Al Qadir (3/253) menyatakan bahwa sikap tawadhu murid terhadap guru merupakan cermin ketinggian kemuliaan si murid. Tunduknya kepada guru justru merupakan izzah dan kehormatan baginya.

Al-Munawi memberikan beberapa contoh dalam masalah ini dari perilaku para sahabat, yang memperoleh pendidikan langsung dari Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam yang layak untuk dijadikan suri tauladan. Ibnu Abbas, Sahabat mulia yang amat dekat dengan Rasulullah pernah mempersilahkan Zain Bin Tsabit, untuk naik di atas kendaraannya, sedangkan ia sendiri yang menuntunnya. Beginilah kami diperintahkan untuk memperlakukan ulama kami, ucap Ibnu Abbas. Zaid Bin Tsabit sendiri mencium tangan Ibnu Abbas. Beginilah kami diperintahkan untuk memperlakukan ahli bait Rasulullah, balas Zaid. (Diriwayatkan At Thabarani, disahihkan oleh Al Iraqi).

Lalu Al-Munawi menyebutkan bagaimana para ulama menghormati guru-guru mereka. As-Sulaimi sendiri menceritakan pengormatan orang-orang terdahulu terhadap ulama mereka. Pada zamannya, orang-orang tidak akan bertanya sesuatu kepada Said bin Musayyab, faqih tabiin, kecuali meminta izin terlebih dahulu, seperti layaknya seseorang yang sedang berhadapan dengan pemimpin tertinggi.

Pengormatan Imam As Syafi kepada guru beliau Imam Malik, juga bisa kita ambil pelajaran. Masih menurut Ats-Sulaimi, Al-Munawi menyebutkan, Di hadapan Imam Malik aku membuka lembaran-lembaran dengan sangat hati-hati, agar jatuhnya lembaran kertas itu tidak terdengar. Rabi, murid Imam As Syafii juga tidak ingin gurunya itu melihatnya ketika sedang minum.

Perhatikan pula bagaimana rasa hormat Imam Abu Hanifah kepada guru beliau. Aku tidak pernah shalat setelah guruku Hammad, wafat, kecuali aku memintakan ampun untuknya dan untuk orang tuaku. Rupanya perbuatan ini diikuti juga kepada Abu Yusuf. Murid Abu Hanifah, ia selalu mendoakan Abu Hanifah sebelum mendoakan kedua orang tuanya sendiri. (Manaqib Imam Abu Hanifah, Al Muwaffaq Al Khawarizmi, 2/7)

Pernah pula, Abdullah, putra dari Imam Ahmad bertanya kepada ayahnya. Imam Syafii itu seperti apa orangnya, hingga aku melihat ayah sering mendoakannya?. Wahai anakku, Imam Syafii itu seperti matahari bagi dunia.., jawab Ahmad bin Hanbal. Sebagaimana disebutkan beberapa riwayat, bahwa selama tiga puluh tahun Imam Ahmad mendoakan dan memintakan ampunan untuk guru beliau Imam As Syafii. (Tarikh Al Baghdadi, 2/62,66)

Sikap hormat dan tawadhumereka kapada para guru amat tinggi, bahkan dalam berdoa sendiri mereka mendahulukan para guru, baru kemudian orang tua. Kenapa dimikian? Imam Al Ghazali menjelaskannya. Hak para guru lebih besar daripada hak orang tua. Orang tua merupakan sebab kehadiran manusia di dunia fana, sedangkan guru bermanfaat bagi manusia untuk mengarungi kehidupan kekal. Kalaulah bukan karena jerih payah guru, maka usaha orang tua akan sia-sia dan tidak bermanfaat. Karena para guru yang memberikan manusia bekal menuju kehidupan akhirat yang kekal. (Ihya Ulumuddin, 1/55). (Disarikan dari berbagai sumber).
Wallahu alam bishshowab.

Artikel ini memiliki

0 Komentar

Tinggalkan Komentar

 

Arsip

Kategori